Hardiknas di Kalbar: Momentum Evaluasi Serius Pendidikan, Bukan Seremoni Semata

Gambar Gravatar
now 20250502 075813 0000

Pontianak, ZONA Kalbar.id — Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Kalimantan Barat, Herman Hofi Munawar, menilai peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) semestinya tidak sekadar dijadikan ajang seremoni tahunan. Dalam keterangannya, Jumat (2/5), ia mengingatkan bahwa momen ini harus menjadi panggilan bagi para pengambil kebijakan untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap berbagai persoalan mendasar di sektor pendidikan, khususnya di Kalimantan Barat.

“Setiap tahun Hardiknas hanya diisi dengan upacara, lomba, atau simbolisasi. Padahal semangat yang dibutuhkan adalah evaluasi sistemik dan kesadaran untuk membenahi tantangan struktural,” ujar Herman, yang juga Ketua Umum Borneo Education Care.

Bacaan Lainnya

Ia menekankan bahwa masukan dan kritik terhadap kebijakan pendidikan tidak boleh dimaknai sebagai bentuk ketidaksukaan personal, melainkan sebagai upaya konstruktif untuk memperbaiki kondisi.

Menurutnya, pendidikan di Kalbar saat ini masih menghadapi masalah krusial yang tak kunjung tertangani secara tuntas, terutama di daerah terpencil, terluar, dan tertinggal (3T). Dua persoalan utama yang mencuat adalah kekurangan tenaga pendidik dan minimnya infrastruktur pendidikan.

Data Dinas Pendidikan Kalbar menunjukkan ketimpangan signifikan, salah satunya di Kabupaten Sanggau yang mencatat rasio guru-siswa 1:111—angka yang jauh dari proporsi ideal. Kondisi ini membuat beban kerja guru kian berat dan menurunkan kualitas pengajaran.

“Di saat yang sama, keterlambatan pencairan Tunjangan Khusus Guru (TKG) memperburuk kesejahteraan tenaga pendidik,” kata Herman. Ia mencontohkan, Kabupaten Melawi pada triwulan III dan IV tahun 2024 mengalami kekurangan alokasi dana TKG hingga Rp6,2 miliar.

Di sisi lain, banyak sekolah di wilayah pedalaman Kalbar tak lagi memenuhi standar kelayakan. Fasilitas dasar seperti laboratorium, perpustakaan, hingga akses internet masih menjadi kemewahan yang sulit dijangkau di daerah seperti Kapuas Hulu dan Sintang. Program pembangunan Sekolah Rakyat maupun Sekolah Garuda pun dinilai belum menjangkau wilayah 3T secara merata karena keterbatasan lahan dan anggaran.

“Faktor geografis Kalbar yang luas dan infrastruktur jalan yang buruk makin menyulitkan distribusi guru dan akses pendidikan bagi siswa,” imbuhnya.

Kondisi ini berdampak nyata pada kualitas pembangunan manusia. Pada 2022, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalbar tercatat 68,63%, menempatkannya di peringkat ke-29 secara nasional, masih di bawah rata-rata nasional sebesar 72,29%. Angka putus sekolah di daerah 3T pun masih tinggi akibat faktor jarak, biaya, dan sarana yang terbatas.

Pendidikan vokasi juga tidak luput dari sorotan. Minimnya guru kejuruan dan fasilitas praktik menjadikan lulusan SMK sulit terserap di dunia kerja. Herman menyebut bahwa upaya merekrut guru kontrak daerah dan program rehabilitasi sekolah yang dicanangkan Pemerintah Kalbar belum cukup, bila tidak diimbangi koordinasi efektif dengan pemerintah pusat dan dukungan dari sektor swasta melalui program CSR.

“Tanpa langkah strategis dan komitmen jangka panjang, Kalbar akan terus tertinggal dalam peningkatan mutu pendidikan dan daya saing sumber daya manusia,” pungkasnya. (Butun)

Baca Juga: Sinergi Hukum Daerah Masih Terkendala Regulasi

Penulis

  • ZONA Kalbar.id

    Zona Kalbar.id adalah media online yang menyajikan berita terkini dan terpercaya, segala informasi terkomfirmasi dengan jelas dan lugas.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar