Bengkayang, ZONA Kalbar.id – Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kabupaten Bengkayang kembali menyeruak ke permukaan. Kali ini, kawasan Desa Rukma Jaya, Kecamatan Sungai Raya menjadi sorotan lantaran dugaan keterlibatan sejumlah oknum yang disebut-sebut kerap memungut “pajak” dari para penambang ilegal.
Menurut pengakuan seorang warga yang enggan disebutkan namanya, praktik pemalakan itu dilakukan oleh empat orang berinisial EK, AN, DM, dan TM. Mereka mengklaim sebagai pemilik lahan, meski keabsahan legalitas tanah tersebut dipertanyakan.
“Kalau mereka mengaku tuan tanah, dari mana mereka mendapatkan tanah itu? Siapa yang mengeluarkan surat SPT-nya? Kepala desa seharusnya tegas,” ujar warga kepada wartawan, Selasa (15/4/2025).
Warga menyebutkan, keberadaan PETI tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga telah menimbulkan kerusakan ekosistem dan memicu krisis air bersih. “Air sungai tidak bisa digunakan lagi. Sekarang kami hanya mengandalkan air hujan,” imbuhnya.
Fenomena ini mengulang pola bencana yang terus berulang. Sepanjang 2024, tercatat sejumlah insiden maut akibat PETI di wilayah Goa Boma, Kinande, hingga Selobat. Seluruh aktivitas itu berlangsung di luar pengawasan, tanpa standar keselamatan kerja, serta nihil tanggung jawab lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bahkan menegaskan bahwa PETI telah menjadi salah satu ancaman terbesar terhadap keberlanjutan kawasan hutan dan aliran sungai di Indonesia. Aktivitas tambang ilegal disebut berdampak sistemik terhadap kehidupan masyarakat sekitar.
Pengamat energi dan pertambangan, Ahmad Redi, menilai negara seharusnya bersikap tegas. Ia mengacu pada Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menyatakan bahwa kegiatan tambang tanpa izin merupakan tindak pidana. “Penegakan hukum harus dilakukan secara konsisten, baik secara pidana, administratif, maupun perdata,” ujarnya.
Senada dengan itu, pakar hukum dan kebijakan publik, Dr. Herman Hofi Munawar, menilai penindakan saja tidak cukup. Ia mendorong pendekatan yang lebih menyeluruh dan lintas sektor, termasuk pembentukan satuan tugas terpadu.
“PETI harus diberantas melalui sinergi antarlembaga. Pemerintah perlu membentuk Satgas Penanggulangan PETI yang tidak hanya fokus pada penegakan hukum, tapi juga pembinaan, fasilitasi, dan supervisi,” katanya.
Hofi juga menyoroti lemahnya kontrol terhadap pascatambang. Menurutnya, pelaku PETI nyaris tidak pernah melakukan reklamasi. “Lahan-lahan bekas tambang dibiarkan rusak. Alat berat yang digunakan seharusnya disita,” tegasnya.
Lebih jauh, ia menekankan perlunya program pemberdayaan masyarakat agar mereka tidak lagi bergantung pada praktik tambang ilegal sebagai sumber penghidupan. “Kalau masyarakat punya alternatif ekonomi, PETI akan kehilangan akar,” katanya.
Desakan kini mengarah kepada Pemerintah Kabupaten Bengkayang agar tidak lagi bersikap pasif. Pembiaran terhadap PETI bukan hanya bentuk pengabaian terhadap hukum, tetapi juga mencederai keadilan sosial dan mempercepat kerusakan ekologis.
Sumber: Dr. Herman Hofi Munawar (LBH Law)
Pewarta: Rinto Andreas