Sanggau, ZONA Karbar.id – Reformasi birokrasi selama ini telah digaungkan sebagai program prioritas nasional. Namun, pertanyaan besarnya tetap menggantung: mengapa perubahan yang dijanjikan masih terasa jauh dari harapan?
Menurut pengamat hukum dan kebijakan publik, Dr. Herman Hofi Munawar, birokrasi yang kuat dan efektif merupakan fondasi utama pemerintahan yang inovatif. Namun dalam praktiknya, birokrasi di Indonesia masih sering dicap lamban, tidak responsif, bahkan menyulitkan masyarakat dalam mengakses layanan publik.
“Sehebat apa pun seorang kepala daerah, tidak akan bisa berbuat banyak jika tidak ditopang oleh birokrasi yang solid,” ujar Herman pada Minggu, 13 April 2025.
Herman menilai, salah satu akar persoalan rendahnya inovasi dalam tubuh birokrasi adalah minimnya perlindungan hukum terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam berbagai kasus, ASN yang menghadapi perkara hukum kerap dibiarkan menghadapi proses hukum seorang diri, bahkan langsung diposisikan sebagai pihak bersalah, tanpa ada perlindungan berarti dari pemerintah.
“Ketika ASN menjalankan tugasnya dan kemudian bersinggungan dengan hukum, pendekatan yang diambil justru pidana. Kepala daerah sering lepas tangan. Padahal belum tentu ASN itu salah,” tegas Herman.
Padahal, regulasi tentang perlindungan hukum bagi ASN telah ditegaskan dalam berbagai peraturan. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN menyebut bahwa aparatur sipil negara berhak mendapatkan perlindungan, termasuk dalam aspek hukum. Hal serupa juga ditegaskan dalam PP No. 11 Tahun 2017 yang diperbarui dengan PP No. 17 Tahun 2020, yang menetapkan kepala daerah sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) memiliki tanggung jawab atas perlindungan hukum ASN.
Permendagri No. 12 Tahun 2014 bahkan secara rinci menyebutkan bahwa kepala daerah wajib memberikan bantuan hukum kepada ASN yang menghadapi masalah hukum terkait pelaksanaan tugasnya.
Herman menekankan pentingnya kehadiran kepala daerah untuk memberikan pembelaan hukum kepada ASN dengan tetap menjunjung asas praduga tak bersalah. Perlindungan hukum bukan berarti membela pelanggaran, melainkan memberikan ruang aman bagi ASN dalam menjalankan fungsi pelayanan publik.
“Selama perlindungan hukum ini tidak dihadirkan secara nyata, jangan berharap birokrasi mampu melahirkan inovasi. ASN akan terus berada dalam zona nyaman, enggan mengambil langkah di luar kebiasaan karena khawatir tersandung persoalan hukum,” katanya.
Ia juga mendorong para ASN untuk memiliki pemahaman memadai tentang hukum acara agar tidak keliru dalam menjalankan tugas dan terhindar dari jeratan hukum.
“Birokrasi tak boleh jalan di tempat. Tapi untuk melaju, para pelaku di dalamnya butuh jaminan rasa aman,” pungkas Herman. (Tim Redaksi)
Baca Juga: Syahadat di Balik Jeruji, Muhammad Hidayat Mulai Langkah Baru sebagai Mualaf