Sintang, ZONA Kalbar.id – Pengamat Kebijakan Publik Kalimantan Barat, Herman Hofi Munawar, menilai praktik penjualan solar bersubsidi kepada penambang emas tanpa izin (PETI) di Kecamatan Kayan Hilir, Kabupaten Sintang, merupakan bentuk pelanggaran serius yang dapat dijerat dengan berbagai ketentuan hukum.
“Penjualan BBM bersubsidi kepada PETI jelas melawan hukum. Ini bukan hanya penyalahgunaan subsidi, tetapi juga pelanggaran perizinan dan distribusi energi yang telah diatur oleh pemerintah,” ujar Herman, Minggu (17/3).
Herman menjelaskan, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi secara tegas melarang penyalahgunaan pengangkutan dan niaga BBM bersubsidi. “Pasal 55 undang-undang tersebut menyebutkan, siapa pun yang menyalahgunakan BBM subsidi bisa dipidana hingga enam tahun penjara dan didenda maksimal Rp60 miliar,” jelasnya.
Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 menegaskan bahwa BBM bersubsidi hanya boleh digunakan oleh sektor yang ditentukan, seperti nelayan, petani, dan transportasi publik. “Penambang emas ilegal tidak termasuk dalam kategori penerima subsidi,” tegasnya.
Herman juga menyoroti bahwa aktivitas PETI sendiri telah melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba). “Pasal 158 menyebutkan bahwa siapa pun yang melakukan penambangan tanpa izin resmi bisa dikenai hukuman penjara hingga lima tahun dan denda maksimal Rp100 miliar,” paparnya.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa jika keuntungan dari penjualan solar bersubsidi digunakan untuk membiayai kegiatan tambang ilegal, hal itu bisa dikategorikan sebagai tindak pidana pencucian uang. “Ini berpotensi dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” tambahnya.
Dugaan praktik ilegal ini mencuat setelah seorang pengusaha berinisial D diduga menjual solar bersubsidi kepada penambang emas ilegal di kawasan Sungai Paoh, Kecamatan Kayan Hilir, Kabupaten Sintang. Aktivitas ini disebut berlangsung tanpa hambatan dari aparat penegak hukum.
Berdasarkan pantauan di lapangan, distribusi BBM subsidi ini dilakukan menggunakan motor air mini. Seorang sumber yang enggan disebutkan namanya menyebutkan bahwa D telah lama menjalankan bisnis penjualan solar subsidi kepada PETI di daerah tersebut.
“Minyak solar subsidi itu berasal dari salah satu pengusaha di Sintang, inisial D. Selama ini, ia menjualnya kepada para penambang emas ilegal di sekitar Putussibau,” kata sumber itu.
Di Desa Paoh Benua, Kecamatan Kayan Hilir, terdapat ponton Pertamini yang diduga menjadi pusat distribusi minyak subsidi yang dijual dengan harga di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Informasi yang dihimpun menyebutkan, harga per liter solar subsidi yang dijual kepada para penambang mencapai Rp14.000 hingga Rp15.000, jauh melampaui harga resmi pemerintah.
Aktivitas ini memantik reaksi sejumlah pihak yang berencana melaporkan pengusaha D ke Polda Kalimantan Barat serta ke pihak Pertamina di Jalan Sutoyo, Pontianak. Mereka mendesak aparat penegak hukum bertindak tegas guna menghentikan praktik penjualan BBM subsidi kepada pelaku tambang ilegal.
Menurut Herman, selain pelaku utama, siapa pun yang memfasilitasi atau membantu distribusi solar bersubsidi ke PETI juga dapat dijerat hukum. “Bahkan mereka bisa dikenakan pasal penadahan dalam KUHP, dengan ancaman penjara hingga empat tahun,” ujarnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari aparat kepolisian terkait dugaan aktivitas ilegal ini. (Tim Redaksi)
Baca Juga: Polisi Bongkar Penyelewengan BBM Subsidi di Kapal Tanker Sukses Global