Pontianak, zonakalbar.id – Harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite di Kabupaten Melawi melonjak drastis. Di tingkat pengecer, harganya menembus Rp 18 ribu hingga Rp 20 ribu per liter. Kenaikan ini berlangsung dalam beberapa waktu terakhir dan menimbulkan keresahan di masyarakat.
Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Barat, Ritaudin, belum lama ini menyatakan keprihatinannya atas fenomena ini. Legislator dari Daerah Pemilihan (Dapil) Melawi-Sintang-Kapuas Hulu itu menduga ada permainan di tingkat Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
“Informasi dari masyarakat, harga Pertalite subsidi di beberapa kecamatan di Tanah Pinoh sudah mencapai Rp 20 ribu per liter. Padahal sebelumnya, meskipun sudah tergolong mahal, masih di kisaran Rp 12 ribu hingga Rp 13 ribu per liter,” ujar Ritaudin saat ditemui di ruang kerjanya.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu meminta Pertamina untuk segera turun tangan dan melakukan inspeksi mendadak di lapangan. “Kami menduga ada indikasi permainan antara oknum SPBU dan penampung minyak. Jika ini benar, masyarakat yang dirugikan,” tegasnya.
Ritaudin juga menyoroti sistem pembelian BBM subsidi yang kini menggunakan barcode. Menurutnya, kebijakan ini menyulitkan masyarakat di wilayah pedalaman seperti Melawi, di mana akses internet kerap menjadi kendala.
“Untuk mengunggah barcode butuh jaringan internet yang stabil, sedangkan di banyak wilayah Melawi, akses internet masih terbatas. Ini menyulitkan masyarakat dalam mendapatkan Pertalite subsidi,” jelasnya.
Selain itu, ia menduga distribusi BBM di SPBU lebih banyak diprioritaskan untuk keperluan bisnis dibandingkan masyarakat umum. “Bukan rahasia lagi, antrean panjang di SPBU lebih banyak didominasi kendaraan bisnis. Padahal, subsidi ini seharusnya diprioritaskan untuk masyarakat,” katanya.
Menanggapi keluhan masyarakat, Komisi IV DPRD Kalbar berencana memanggil Pertamina Kalbar dan Hiswana Migas (Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas) untuk membahas permasalahan ini.
“Kami ingin tahu apakah ini berkaitan dengan kuota atau ada masalah dalam pengaturan distribusi di SPBU. Jangan sampai masyarakat terus dirugikan,” ujarnya.
Jika terbukti ada penyimpangan, Ritaudin mengancam akan merekomendasikan penutupan SPBU yang terlibat dalam praktik curang. “Kami akan turun ke lapangan. Jika ada SPBU nakal, kami akan rekomendasikan untuk ditutup,” tegasnya.
Kasus kenaikan harga Pertalite di tingkat pengecer ini, lanjutnya, tak hanya terjadi di Melawi, tetapi juga di beberapa kabupaten di wilayah perhuluan Kalimantan Barat. Ia berharap pemerintah daerah, Pertamina, dan aparat penegak hukum segera mengambil langkah tegas agar masyarakat tidak semakin terbebani.
(ril)